Catatan Kajian Trisna Ari Roshinta
bersama Ustadz Ir. Andri Kurniawan, M.Ag,
7 September 2017 di Masjid Abu Dzar Al-Ghifari, Malang
bersama Ustadz Ir. Andri Kurniawan, M.Ag,
7 September 2017 di Masjid Abu Dzar Al-Ghifari, Malang
Bismillah,
Myanmar dahulunya bernama Burma. Sebelum Burma lahir, bangsa Islam Rohingya sudah tinggal di daerah Arakan selama 3,5 abad mulai dari tahun 1434 hingga 1784 miladiah (masehi). Bahkan para arkeolog dan sejarawan meyakini bahwa bangsa Islam Rohingya masuk ke wilayah Arakan pada tahun 807 miladiah, saat kekhalifahan Harun Al Rasyid, khalifah kelima daulah Abassiyah, yang mana pada saat itu adalah puncak Al Hadharah Al Islamiyah yang berpusat di Bagdadh.
Myanmar dahulunya bernama Burma. Sebelum Burma lahir, bangsa Islam Rohingya sudah tinggal di daerah Arakan selama 3,5 abad mulai dari tahun 1434 hingga 1784 miladiah (masehi). Bahkan para arkeolog dan sejarawan meyakini bahwa bangsa Islam Rohingya masuk ke wilayah Arakan pada tahun 807 miladiah, saat kekhalifahan Harun Al Rasyid, khalifah kelima daulah Abassiyah, yang mana pada saat itu adalah puncak Al Hadharah Al Islamiyah yang berpusat di Bagdadh.
Keberadaan kaum Muslim Rohingya
yang sudah berabad-abad lamanya ini didudukung dengan bukti nyata yang
ditemukan para arkeolog. Mereka menemukan koin bangsa Rohingya yang dibuat
tahun 1500 miladiah dan bertuliskan kalimat Laa
ilaaha Illallah Muhammadur Rasulallah. Selain itu, pakar juga menemukan
masjid bangsa Rohingya yang umurnya telah mencapai 900 tahun.
Tahun 1784 miladiah, kerajaan
Budha yang berada di sebelah Arakan, berkoalisi dengan imperalis Inggris. Saat
itu adalah saat perang Salib episode ke-II dimana Inggris dan Prancis sebagai
promotor. Mereka melakukan espansi ke berbagai negara. Inggris melakukan espansi
ke Arakan, Burma, Brunei, dan Malaysia. Pada saat yang sama pula, Belanda melakukan
espansi ke Indonesia selama 3,5 abad. Saat penjajahan Inggris di Burma, kaum
muslim di Arakan menjadi bulan-bulanan masyarakat Budha dan imperalis Inggris.
Para pemimpin islam, da’i, ulama, dan masyarakat islam banyak yang dibunuh, bangunan
masjid dan madrasah banyak yang dirobohkan.
Tahun 1824 miladiah, Burma (mayoritas
kaum Budha) termasuk wilayah Arakan (mayoritas kaum Muslim) dijajah dan
diduduki oleh Inggris. Tahun 1937 miladiah, Inggris menggabungkan Arakan
menjadi bagian dari Burma. Hal ini Inggris lakukan untuk menundukkan kaum muslimin
di Arakan. Inggris mempersenjatai kaum Budha untuk menundukkan lalu memusnahkan
bangsa Rohingya di Arakan. Perlu diketahui, kejadian di Arakan hampir mirip
dengan yang terjadi di Palestina. Inggris menggunakan sekutunya, kaum Yahudi,
untuk mengusir kaum muslimin Palestina. Pasca perjanjian Sykes-Picot
(Perjanjian Prancis dan Inggris mengenai pembagian kekuasaan) tahun 1916 M,
Inggris langsung mengerahkan bangsa Yahudi ke Palestina di atas tanah
Palestina. Akhirnya bangsa Yahudi dipersenjatai oleh Inggris untuk mengusir
masyarakat Palestina dari tanah bangsa Palestina sendiri.
Tahun 1942, lebih dari 100ribu
kaum muslimin dibantai, dan sisanya mengungsi ke luar negeri (diantaranya Bangladesh).
Tahun 1948 Inggris memberi Burma kemerdekaan formalistik kepada Myanmar. Jadi
kemerdekaan Burma bukan hasil perjuangan masyarakat Burma, berbeda dengan
Indoensia yang mana kemerdekaan Indonesia diperoleh dari bangsa Indoensia yang
melakukan perlawanan kepada penjajah. Satu tahun sebelum kemerdekaan di Burma, tahun
1947, Inggris menggelar konverensi persiapan kemerdekaan. Inggris mengajak
seluruh bangsa dan kelompok/ras/suku/etnis di dalamnya, kecuali muslim Rohingya.
Inggris berjanji akan memerdekakan semua kelompok/ras/suku/etnis yang ada di
Burma 10 tahun kedepan. Tapi tidak dengan muslim Rohingya, pemerintah tidak
memenuhi janjinya, justru pemerintah terus melakukan penindasan terhadap kaum
muslim Rohingya.
Tahun 1962 terjadi kudeta militer
di Burma dibawah kepemimpinan Jendral Ne Win. Rezim militer melanjutkan tugas
penting merka, yaitu melakukan ‘pembersihan’ etnis muslim Rohingya. Lebih dari
300ribu kaum muslimin, diusir ke Bangladesh. Tahun 1978 miladiah, rezim militer
mengusir 500ribu umat muslim keluar dari Burma. UNHC, lembaga kemanusiaan PBB
menyatakan, lebih dari 40ribu umat Rohingya yang terdiri dari wanita, anak-anak
dan orang tua meninggal di lautan. Karena saat itu, kaum muslim Rohingya hanya
diberi 2 pilihan, mati di Burma atau meninggalkan Burma melalui laut, dimana
tidak akan ada kejelasan setelahnya. Dan 40ribu kaum muslimim lebih memilih
untuk mati terhormat, mereka memilih untuk menyelamatkan diri dan agama mereka
ke laut hingga akhirnya hampir semua meninggal di lautan.
Tahun 1982 miladiah, seluruh
kewargaanegaraan muslim di Burma dihapus, karena mereka dianggap bukan penduduk
asli Burma. Akhirnya banyak muslim Rohingya yang memilih opsi ke laut. Tahun
1988 miladiah, banyak pengungsi yang pergi ke laur negeri untuk mencari
perlindungan. Tahun 1989 miladiah Burma berganti nama menjadi Myanmar. Pergantian
nama itu tidak merubah apa-apa, pemerintah Myanmar terus mendiskriminasi kaum
muslim Rohingya. Bahkan untuk mengurangi jumlah kaum muslim Rohingya, para
pemuda pemudi muslim disana dilarang menikah sebelum umur 30 tahun.
Tahun 1991 miladiah, lebih dari
1/2 juta kaum muslimin mengungsi karena penindasan yang mereka alami oleh
biksu-biksu Budha. Biksu-biksu buhda ini bahkan dilatih oleh militer Myanmar di
sebuah tempat khusus di kota Rokhib.
Pada Juli 2012, terjadi genosida,
pemusnahan masal di Myanmar, yang dilakukan oleh militer Myanmar dan
biksu-biksu Budha. Dimana banyak ketika para kaum muslimin, laki-laki,
perempuan, anak kecil, orang tua yang sedang shalat berjamaah di Masjid, mereka
dikunci dari luar dan dibakar hidup-hidup oleh biksu-biksu Budha.
Tahun 2015, biksu-biksu Budha kembali
membantai muslim Rohingya. Hingga sebuah majalah, bernama majalah TIME membuat
cover yang berjudul “The Face of Budhist Terror”. Yang mana itu adalah wajah Biksu Ashin Wirathu . Hal
ini telah menjadi sorotan dunia. Dalam majalah tersebut disebutkan bahwa, watak
biksu ini sungguh tidak sesuai dengan wajahnya yang tenang. Ia bangga menyebut
dirinya sebagai Budha radikal dan menyebut muslim Myanmar sebagai anjing gila.
Bahkan dia sangat benci terhadap Al –Quran. Dia katakan dalam pidatonya, “Kalian bisa penuh kebaikan dan kasih namun kalian
tidak bisa tidur di samping anjing gila. Mereka adalah pembuat onar”.
Pada 13 Mei 2017 di Medan, seorang
pengungi Rohingya memberikan kesaksian bahwa mereka mendapat perlakuan keji
dari pemerintah Myanmar. Banyak dari mereka yang diburu layaknya binatang.
Mereka diikat lalu dibakar, anak kecil dicincang hidup-hidup, tempat tinggal mereka
dibakar, hingga tak ada yang tersisa lagi. Hal itu yang memaksa mereka
menyelamatkan diri dan agamam mereka hingga keluar dari Myanmar.
Pada tahun 2017, ketika hari raya Idul Adha, genoshida kembali terjadi. Para biksu Budha dan rezim Myanmar
membantai para muslim Rohingya di Arakan.
Sungguh hal ini sangat memilukan.
Banyak mata dunia yang menyorot hal ini, walaupun tidak semua bisa membantu
mengakhiri kekejian ini. Salah satu tekanan yang diberikan pemerintah Turki
kepada Myanmar adalah ultimatum panglima Jendral Turki. Ia mengancam akan
merudal tentara Myanmar bila tidak menghentikan genosida muslim Rohingya. Selain
itu Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan “Dan akan kami buru Ashin Wiratu walau ia kabur hingga ke lubang tikus,
jika PBB dan Negara lain hanya bisa mengecam kelakukan brutal Ashin Wiratu,
maka kami akan memburunya, meskipun ia bersembunyi di lubang tikus.”
Paus Fransiskus di Roma juga mengatakan,
“kaum muslimin dibunuh hanya karena
mereka ingin hidup dalam iman islam”. Beliau melihat ini karena keyakinan
kaum muslimin, dan beliau mengecam tindakan keji pemerintah Myanmar.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
Kontribusi yang bisa kita lakukan adalah :
- Jihad dengan harta untuk membantu muslim Rohingya.
- Berdoa di waktu yang mustajab, sisipkan doa di wkatu Nuzul Illahi, yaitu 1/3 malam terakhir.
- Lakukan aksi solidaritas untuk menghimpun masa dan semangat.
- Share berita-berita mengenai Rohingya agar umat islam bangkit.
- Jihad jika mampu (alhmadulillah, Mujahidin dari Moro, mujahidim brigadier Al Qosam, mujahidin dari Abu Tholiban Afganistan sudah mulai berdatangan ke Myanmar dan saat ini telah sampai di perbatasan)
Wallahu A'lam Bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar