Jumat, 08 September 2017

Muslim Rohingya - Kajian Ustadz Andri Kurniawan



Catatan Kajian Trisna Ari Roshinta
 bersama Ustadz Ir. Andri Kurniawan, M.Ag, 
7 September 2017 di Masjid Abu Dzar Al-Ghifari, Malang



Bismillah,

Myanmar dahulunya bernama Burma. Sebelum Burma lahir, bangsa Islam Rohingya sudah tinggal di daerah Arakan selama 3,5 abad mulai dari tahun 1434 hingga 1784 miladiah (masehi). Bahkan para arkeolog dan sejarawan meyakini bahwa bangsa Islam Rohingya masuk ke wilayah Arakan pada tahun 807 miladiah, saat kekhalifahan Harun Al Rasyid, khalifah kelima daulah Abassiyah, yang mana pada saat itu adalah puncak Al Hadharah Al Islamiyah yang berpusat di Bagdadh.

Keberadaan kaum Muslim Rohingya yang sudah berabad-abad lamanya ini didudukung dengan bukti nyata yang ditemukan para arkeolog. Mereka menemukan koin bangsa Rohingya yang dibuat tahun 1500 miladiah dan bertuliskan kalimat Laa ilaaha Illallah Muhammadur Rasulallah. Selain itu, pakar juga menemukan masjid bangsa Rohingya yang umurnya telah mencapai 900 tahun.

Tahun 1784 miladiah, kerajaan Budha yang berada di sebelah Arakan, berkoalisi dengan imperalis Inggris. Saat itu adalah saat perang Salib episode ke-II dimana Inggris dan Prancis sebagai promotor. Mereka melakukan espansi ke berbagai negara. Inggris melakukan espansi ke Arakan, Burma, Brunei, dan Malaysia. Pada saat yang sama pula, Belanda melakukan espansi ke Indonesia selama 3,5 abad. Saat penjajahan Inggris di Burma, kaum muslim di Arakan menjadi bulan-bulanan masyarakat Budha dan imperalis Inggris. Para pemimpin islam, da’i, ulama, dan masyarakat islam banyak yang dibunuh, bangunan masjid dan madrasah banyak yang dirobohkan.

Tahun 1824 miladiah, Burma (mayoritas kaum Budha) termasuk wilayah Arakan (mayoritas kaum Muslim) dijajah dan diduduki oleh Inggris. Tahun 1937 miladiah, Inggris menggabungkan Arakan menjadi bagian dari Burma. Hal ini Inggris lakukan untuk menundukkan kaum muslimin di Arakan. Inggris mempersenjatai kaum Budha untuk menundukkan lalu memusnahkan bangsa Rohingya di Arakan. Perlu diketahui, kejadian di Arakan hampir mirip dengan yang terjadi di Palestina. Inggris menggunakan sekutunya, kaum Yahudi, untuk mengusir kaum muslimin Palestina. Pasca perjanjian Sykes-Picot (Perjanjian Prancis dan Inggris mengenai pembagian kekuasaan) tahun 1916 M, Inggris langsung mengerahkan bangsa Yahudi ke Palestina di atas tanah Palestina. Akhirnya bangsa Yahudi dipersenjatai oleh Inggris untuk mengusir masyarakat Palestina dari tanah bangsa Palestina sendiri.

Tahun 1942, lebih dari 100ribu kaum muslimin dibantai, dan sisanya mengungsi ke luar negeri (diantaranya Bangladesh). Tahun 1948 Inggris memberi Burma kemerdekaan formalistik kepada Myanmar. Jadi kemerdekaan Burma bukan hasil perjuangan masyarakat Burma, berbeda dengan Indoensia yang mana kemerdekaan Indonesia diperoleh dari bangsa Indoensia yang melakukan perlawanan kepada penjajah. Satu tahun sebelum kemerdekaan di Burma, tahun 1947, Inggris menggelar konverensi persiapan kemerdekaan. Inggris mengajak seluruh bangsa dan kelompok/ras/suku/etnis di dalamnya, kecuali muslim Rohingya. Inggris berjanji akan memerdekakan semua kelompok/ras/suku/etnis yang ada di Burma 10 tahun kedepan. Tapi tidak dengan muslim Rohingya, pemerintah tidak memenuhi janjinya, justru pemerintah terus melakukan penindasan terhadap kaum muslim Rohingya.

Tahun 1962 terjadi kudeta militer di Burma dibawah kepemimpinan Jendral Ne Win. Rezim militer melanjutkan tugas penting merka, yaitu melakukan ‘pembersihan’ etnis muslim Rohingya. Lebih dari 300ribu kaum muslimin, diusir ke Bangladesh. Tahun 1978 miladiah, rezim militer mengusir 500ribu umat muslim keluar dari Burma. UNHC, lembaga kemanusiaan PBB menyatakan, lebih dari 40ribu umat Rohingya yang terdiri dari wanita, anak-anak dan orang tua meninggal di lautan. Karena saat itu, kaum muslim Rohingya hanya diberi 2 pilihan, mati di Burma atau meninggalkan Burma melalui laut, dimana tidak akan ada kejelasan setelahnya. Dan 40ribu kaum muslimim lebih memilih untuk mati terhormat, mereka memilih untuk menyelamatkan diri dan agama mereka ke laut hingga akhirnya hampir semua meninggal di lautan.

Tahun 1982 miladiah, seluruh kewargaanegaraan muslim di Burma dihapus, karena mereka dianggap bukan penduduk asli Burma. Akhirnya banyak muslim Rohingya yang memilih opsi ke laut. Tahun 1988 miladiah, banyak pengungsi yang pergi ke laur negeri untuk mencari perlindungan. Tahun 1989 miladiah Burma berganti nama menjadi Myanmar. Pergantian nama itu tidak merubah apa-apa, pemerintah Myanmar terus mendiskriminasi kaum muslim Rohingya. Bahkan untuk mengurangi jumlah kaum muslim Rohingya, para pemuda pemudi muslim disana dilarang menikah sebelum umur 30 tahun.

Tahun 1991 miladiah, lebih dari 1/2 juta kaum muslimin mengungsi karena penindasan yang mereka alami oleh biksu-biksu Budha. Biksu-biksu buhda ini bahkan dilatih oleh militer Myanmar di sebuah tempat khusus di kota Rokhib.

Pada Juli 2012, terjadi genosida, pemusnahan masal di Myanmar, yang dilakukan oleh militer Myanmar dan biksu-biksu Budha. Dimana banyak ketika para kaum muslimin, laki-laki, perempuan, anak kecil, orang tua yang sedang shalat berjamaah di Masjid, mereka dikunci dari luar dan dibakar hidup-hidup oleh biksu-biksu Budha.

Tahun 2015, biksu-biksu Budha kembali membantai muslim Rohingya. Hingga sebuah majalah, bernama majalah TIME membuat cover yang berjudul “The Face of Budhist Terror”. Yang mana itu adalah wajah Biksu Ashin Wirathu . Hal ini telah menjadi sorotan dunia. Dalam majalah tersebut disebutkan bahwa, watak biksu ini sungguh tidak sesuai dengan wajahnya yang tenang. Ia bangga menyebut dirinya sebagai Budha radikal dan menyebut muslim Myanmar sebagai anjing gila. Bahkan dia sangat benci terhadap Al –Quran. Dia katakan dalam pidatonya, “Kalian bisa penuh kebaikan dan kasih namun kalian tidak bisa tidur di samping anjing gila. Mereka adalah pembuat onar”.

Pada 13 Mei 2017 di Medan, seorang pengungi Rohingya memberikan kesaksian bahwa mereka mendapat perlakuan keji dari pemerintah Myanmar. Banyak dari mereka yang diburu layaknya binatang. Mereka diikat lalu dibakar, anak kecil dicincang hidup-hidup, tempat tinggal mereka dibakar, hingga tak ada yang tersisa lagi. Hal itu yang memaksa mereka menyelamatkan diri dan agamam mereka hingga keluar dari Myanmar.

Pada tahun 2017, ketika hari raya Idul Adha, genoshida kembali terjadi. Para biksu Budha dan rezim Myanmar membantai para muslim Rohingya di Arakan.

Sungguh hal ini sangat memilukan. Banyak mata dunia yang menyorot hal ini, walaupun tidak semua bisa membantu mengakhiri kekejian ini. Salah satu tekanan yang diberikan pemerintah Turki kepada Myanmar adalah ultimatum panglima Jendral Turki. Ia mengancam akan merudal tentara Myanmar bila tidak menghentikan genosida muslim Rohingya. Selain itu Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan “Dan akan kami buru Ashin Wiratu walau ia kabur hingga ke lubang tikus, jika PBB dan Negara lain hanya bisa mengecam kelakukan brutal Ashin Wiratu, maka kami akan memburunya, meskipun ia bersembunyi di lubang tikus.”

Paus Fransiskus di Roma juga mengatakan, “kaum muslimin dibunuh hanya karena mereka ingin hidup dalam iman islam”. Beliau melihat ini karena keyakinan kaum muslimin, dan beliau mengecam tindakan keji pemerintah Myanmar.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Kontribusi yang bisa kita lakukan adalah :
  1. Jihad dengan harta untuk membantu muslim Rohingya.
  2. Berdoa di waktu yang mustajab, sisipkan doa di wkatu Nuzul Illahi, yaitu 1/3 malam terakhir.
  3.  Lakukan aksi solidaritas untuk menghimpun masa dan semangat.
  4. Share berita-berita mengenai Rohingya agar umat islam bangkit.
  5. Jihad jika mampu (alhmadulillah, Mujahidin dari Moro, mujahidim brigadier Al Qosam, mujahidin dari Abu Tholiban Afganistan sudah mulai berdatangan ke Myanmar dan saat ini telah sampai di perbatasan)


Wallahu A'lam Bishawab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Author

Trisna Ari Roshinta

Subscribe & Follow

Disini saya hanya sharing beberapa pengalaman saya selama belajar informatika. Silahkan bertanya jika ada yang ingin ditanyakan..

Labels